MAKALAH
PSIKOLOGI INTERNET
(Internet Addiction)
Oleh:
Aldo Yoshua Sipahutar (10515477)
Dela Marthariani (11515652)
Gita Febrianto (17515770)
Mikhael Damanik (14515176)
Radita Ayuningtyas (15515568)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2016
BAB I
1.1. Latar Belakang Masalah
Internet
diciptakan untuk memudahkan pekerjaan manusia, mengakses segalanya dengan lebih
cepat dan praktis. Banyak sekali kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh
internet yang membuat banyak orang menjadi tergiur untuk menggunakannya. Tidak
heran jika jumlah dari pengguna internet kini kian hari kian meningkat.
Jika kita lihat, saat ini banyak sekali orang-orang di sekitar kita
yang tidak dapat lepas dari gadget-nya. Bahkan disaat sedang berjalan maupun
sedang berbincang dengan orang lain perhatian mereka tidak lepas dari gadget
mereka masing-masing.
Saya memiliki suatu pengalaman pribadi disaat saya sedang berkumpul dan
bercengkrama dengan beberapa teman saya tiba-tiba saya mendapat bbm (blackberry
messenger). Disaat itu saya terpaku oleh bbm saya lalu sekitar 15 menit
kemudian ketika saya memalingkan wajah saya dan melihat teman-teman
disekeliling saya, tanpa disadari ternyata kita semua sedang asyik dengan
gadget kita masing-masing.
Internet menjadi teman yang paling setia dan paling dibutuhkan. Memang,
tidak dapat kita pungkiri perkembangan zaman juga menuntut kita untuk
menggunakan internet. Namun, jika kita tidak dapat membatasinya maka hal ini
dapat menimbulkan suatu gangguan yang sering disebut oleh para ahli jiwa
sebagai Internet Addiction Disorder (IAD) atau gangguan kecanduan internet.
BAB II
2.1. Teori
Griffiths (1998) telah mencantumkan enam dimensi untuk
menentukan apakah individu dapat digolongkan sebagai pecandu internet.
Dimensi-dimensinya adalah sebagai berikut:
- Salience. Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu (pre-okupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat butuh),dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial). Individu akan selalu memikirkan internet, meskipun tidak sedang mengakses internet.
- Mood modification. Hal ini mengarah pada pengalaman individu sendiri, yang menjadi hasil dari bermain internet, dan dapat dilihat sebagai strategi coping.
- Tolerance. Hal ini merupakan proses dimana terjadinya penigkatan jumlah penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood.
- Withdrawal symptoms. Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan (misalnya, mudah marah, cemas, tubuh bergoyang).
- Conflict. Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa kurangnya kontrol) yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain internet.
- Relapse. Hal ini merupakan kecenderungan berulangnya kembali pola penggunaan internet setelah adanya kontrol.
Young (1996) membagi kecanduan internet dalam 3
tingkatan, yaitu:
- Mild. Pada tingkatan ini individu termasuk dalam pengguna online rata-rata. Individu menggunakan internet dalam waktu yang lama, tetapi individu memiliki kontrol dalam penggunaannya.
- Moderate. Pada tingkatan ini individu mulai sering mengalami beberapa permasalahan dari penggunaan internet. Internet merupakan hal yang penting, namun tidak selalu menjadi yang utama dalam kehidupan.
- Severe. Pada tingkatan ini individu mengalami permasalahan yang signifikan dalam kehidupan mereka. Internet merupakan hal yang paling utama sehingga mengabaikan kepentingan-kepentingan yang lain.
Young,
Pistner, O’Mara & Buchanan, (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi
kecanduan internet adalah
a. Gender
Gender mempengaruhi jenis aplikasi
yang digunakan dan penyebab individu tersebut mengalami kecanduan internet.
Laki-laki lebih sering mengalami kecanduan terhadap game online, situs porno,
dan perjudian online, sedangkan perempuan lebih sering mengalami kecanduan
terhadap chatting dan berbelanja secara online.
b. Kondisi psikologis
Survey di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa lebih dari 50% individu yang mengalami kecanduan internet
juga mengalami kecanduan pada hal lain seperti obat-obatan terlarang, alkohol,
rokok dan seks. Kecanduan internet juga timbul akibat masalah-masalah emosional
seperti depresi dan gangguan kecemasan dan sering menggunakan dunia fantasi di
internet sebagai pengalihan secara psikologis terhadap perasaan-perasaan yang
tidak menyenangkan atau situasi yang menimbulkan stress. Berdasarkan hasil
survey ini juga diperoleh bahwa 75% individu yang mengalami kecanduan internet
disebabkan adanya masalah dalam hubungannya dengan orang lain, kemudian
individu tersebut mulai menggunakan aplikasi-aplikasi online yang bersifat
interaktif seperti chat room dan game online sebagai cara untuk membentuk
hubungan baru dan lebih percaya diri dalam berhubungan dengan orang lain
melalui internet.
c. Kondisi sosial ekonomi
Individu yang telah bekerja memiliki
kemungkinan lebih besar mengalami kecanduan internet dibandingkan dengan
individu yang belum bekerja. Hal ini didukung bahwa individu yang telah bekerja
memiliki fasilitas internet di kantornya dan juga memiliki sejumlah gaji yang
memungkinkan individu tersebut memiliki fasilitas komputer dan internet juga
dirumahnya.
d. Tujuan dan waktu penggunaan internet
Tujuan menggunakan internet akan menentukan
sejauh mana individu tersebut akan mengalami kecanduan internet, terutama
dikaitkan terhadap banyaknya waktu yang dihabiskannya sendirian di depan
komputer. Individu yang menggunakan internet untuk tujuan pendidikan, misalnya
pada pelajar dan mahasiswa akan lebih banyak menghabiskan waktunya menggunakan
internet. Umumnya, individu yang menggunakan internet untuk tujuan pendidikan
mengalami kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami kecanduan internet. Hal
ini diakibatkan tujuan penggunaan internet bukan digunakan sebagai upaya untuk
mengatasi atau melarikan diri dari masalah-masalah yang dihadapinya di
kehidupan nyata atau sekedar hiburan.
BAB III
3.1. Kasus
·
Kecanduan Twitter
Seorang
pria yang merupakan editor di sebuah majalah pria ternama harus kehilangan
keluarga dan pekerjaannya karena menjadi pecandu Twitter. Karena melanggar
peraturan social media di perusahaannya, pria ini diminta untuk menghapus akun
Twitternya.Namun ternyata pria ini lebih memilih Twitternya dan dipecat dari
perusahaan tempat dia bekerja. Setelah itu dia juga bercerai dengan istrinya
setelah menulis pesan di Twitter jika dia ingin sekali menembak istrinya.”Dulu
aku rela menerima tembakan demi istriku, tapi sekarang rasanya aku yang ingin
menembaknya,” inilah yang ditulisnya di akun Twitter.
·
Sakit di Pergelangan Tangan karena terlalu lama bermain Whatsapp
Seorang wanita harus berakhir di rumah sakit
setelah kebanyakan mengirim pesan melalui Whatsapp saat liburan Natal. Menurut
The Lancet, wanita berusia 34 tahun yang sedang hamil 27 minggu ini dirawat
karena nyeri hebat yang dirasakan di pergelangan tangan.Wanita ini tidak punya
sejarah trauma dan juga tidak melakukan olahraga berat sehari sebelumnya.
Namun, pada libur hari Natal 2013, calon ibu ini menghabiskan waktu 6 jam untuk
menggenggam HPnya dan mengirim pesan dengan jumlah yang super banyak.
BAB IV
4.1. Pembahasan
Kecanduan
internet diartikan Young (1998) sebagai sebuah sindrom yang ditandai dengan
menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam menggunakan internet dan
tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online. Young (Essau, 2008) juga
menyatakan bahwa kecanduan internet sama seperti perilaku kecanduan lainnya,
yang berisi tingkah laku yang kompulsif, kurang tertarik terhadap aktivitas-aktivitas
yang lain, dan meliputi symptom-symptom fisik dan mental ketika berusaha untuk
menghentikan tingkah laku tersebut. Griffiths (1998) mendefinisikan kecanduan
internet sebagai tingkah laku kecanduan yang meliputi interaksi antara manusia dengan
mesin tanpa adanya penggunaan obat-obatan. Orzack (dalam Mukodim, Ritandiyono
& Sita, 2004) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan suatu kondisi
dimana individu merasa bahwa dunia maya di layar komputernya lebih menarik
daripada kehidupan nyata sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa kecanduan internet adalah tingkah laku kompulsif, kurang tertarik dengan
aktivitas lain, merasa bahwa dunia maya di layar komputer lebih menarik
sehingga menghabiskan banyak waktu dalam menggunakan internet serta meliputi
symptom-symptom fisik dan mental ketika tingkah laku tersebut ditunda atau
dihentikan.
BAB V
5.1.
Kesimpulan
Istilah “Kecanduan Internet,” “Gangguan Kecanduan Internet,” “Patologis
Penggunaan Internet,” “Permasalahan penggunaan internet,” “Penggunaan Internet
berlebihan,” dan “Penggunaan Internet Kompulsif” semua telah digunakan untuk
menggambarkan kurang lebih konsep yang sama, yaitu, bahwa seorang individu bisa
begitu terlibat dalam penggunaan online mereka sebagai mengabaikan kehidupan
mereka. Namun, tampaknya terlalu dini pada tahap ini menggunakan satu label
untuk konsep, karena sebagian besar penelitian yang dilakukan di lapangan
sejauh ini disajikan berbagai tingkat perbedaan dan hasil yang bertentangan.
Griffiths (2000a) menyatakan bahwa sebagian besar orang yang menggunakan
Internet berlebihan tidak kecanduan internet itu sendiri, tetapi menggunakannya
sebagai media untuk bahan kecanduan lainnya. Griffiths (2000a) mengatakan bahwa
ada kebutuhan untuk membedakan antara kecanduan internet dan kecanduan di
Internet. Dia memberikan contoh seorang pecandu judi yang memilih untuk
terlibat dalam perjudian online, serta pecandu permainan komputer yang
memainkan online, menekankan bahwa internet adalah tempat di mana mereka
melakukan yang dipilih (adiktif) perilaku mereka. Orang-orang ini menampilkan
kecanduan di Internet. Namun, ada juga pengamatan bahwa beberapa perilaku yang
bergerak di di Internet (misalnya, cybersex, cyberstalking) mungkin perilaku
yang orang akan hanya melaksanakan di Internet karena media adalah anonim,
tidak tatap muka, dan disinhibisi (Griffiths, 2000c, 2001).
Sebaliknya, ia juga mengakui bahwa ada beberapa studi kasus yang tampaknya
melaporkan kecanduan internet itu sendiri (misalnya, Young, 1996b; Griffiths,
2000b). Sebagian besar orang menggunakan fungsi internet yang tidak tersedia di
media lainnya, seperti chat room atau berbagai permainan peran-bermain.
Orang-orang ini tampaknya kecanduan internet karena mereka melakukan kegiatan
yang menggunakan fitur istimewa dari Internet. Namun, meskipun
perbedaan-perbedaan ini, tampaknya ada beberapa temuan yang umum, terutama,
laporan konsekuensi negatif dari penggunaan internet yang berlebihan
(mengabaikan pekerjaan dan kehidupan sosial, kerusakan hubungan, kehilangan
kontrol, dll), yang dialami sebanding dengan lainnya, kecanduan lebih mapan.
Kesimpulannya, tampak bahwa jika kecanduan internet memang ada, itu hanya
mempengaruhi persentase yang relatif kecil dari populasi online. Namun, apa itu
di Internet yang membuat mereka kecanduan masih tetap tidak jelas. Yang jelas,
adalah bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Griffiths, Mark
.(1998). Does Internet and
Computer 'Addiction' Exist? : Some Case Study Evidence. http://www.intute.ac.uk/
socialsciences /archive/ iriss/papers/paper47.htm [online: 30 September 2010]
Young, K. (1998).
Caught in the Net: How to
Recognize the Signs of Internet Addiction and a Winning Strategy for Recovery.New
York, NY: Wiley.
Young, Pitsner, O’Mara,
& Buchanan. (1998). What
Is Internet Addiction?. hhtp://www.netaddiction.com/whatis.htm.[online
: 3 April 2010].\
Tidak ada komentar:
Posting Komentar